Home > Kabar Diplomasi

Seri Kartini Baru (3-selesai): Ake Pangestuti Sang Pegiat Alzheimer

Menurut Ake, menjadi tua tak dapat dielakkan, tetapi kita harus siap menjadi tua yang tetap sehat dan bermanfaat.
Ake Pangestuti (Dok. KJRI San Francisco)
Ake Pangestuti (Dok. KJRI San Francisco)

Tulisan ini bagian dari seri kisah tiga Kartini modern yang bertutur dalam webinar "Transformasi Kartini Baru: Perempuan Hebat Indonesia Semakin Bermartabat", Senin (18/4/2022). Webinar itu digelar oleh Konsulat Jenderal RI San Francisco, AS. Ketiga narasumber tersebut yakni Moorissa Tjokro, Veronika Andrews, dan Ake Pangestuti. Berikut kisah mereka.

DIPLOMASI REPUBLIKA -- Ake Pangestuti adalah ketua Alzheimer Indonesia (ALZI) cabang San Francisco yang aktif dalam mengadvokasi dan memberikan bantuan terhadap permasalahan dimensia atau pikun. Ake mengangkat pentingnya kesehatan.

“Tiada kesuksesan tanpa kesehatan,” tegas Ibu dua orang anak ini.

Tolak ukur kesuksesan adalah kesehatan. Demikian pula, hanya orang yang sehat, jiwa dan raga, yang dapat berjuang meraih mimpinya. Upaya mengkampanyekan kesehatan telah menjadi komitmennya dalam membantu orang lain.

Sejak dulu, lulusan S1 Fakultas Komunikasi Universitas Indonesia dan pascasarjana di bidang Komunikasi di University of Illinois Chicago tersebut, banyak terlibat dalam berbagai kegiatan advokasi dan kemanusiaan. Ia telah mencurahkan perhatian, sumber daya, dedikasi dan kontribusinya, bersama timnya, di bidang kemanusiaan, terutama membantu orang yang mengalami masalah demensia.

Ake kini mendapat amanah sebagai Ketua Alzheimer Indonesia (ALZI) Chapter San Francisco. Perannya dalam advokasi terkait Alzheimer dan demensia sangat memberikan arti terutama dalam membantu mengatasi masalah tersebut dan memberikan harapan berusia panjang bagi mereka.

“Menjadi tua tak dapat dielakkan, tetapi kita harus siap menjadi tua yang tetap sehat dan bermanfaat,” ujarnya.

Bergabung dengan ALZI San Francisco merupakan wujud tekad dan komitmen membantu masyarakat Indonesia di AS terutama di SFBA, khususnya para penderita Alzheimer dan keluarganya. Pengalamannya dalam menangani autisme yang diidap anaknya menjadi modal. Kegiatannya sebagai sukarelawan di banyak kegiatan sosial, menjadi semangat tersendiri sekaligus modalitas penting dalam menggerakan motor organisasi ALZI. Ini adalah upaya meningkatkan kesadaran akan Alzheimer sebagai bagian dari penyakit demensia.

“Melalui ALZI, kami ingin terus membantu meningkatkan kualitas hidup orang yang bermasalah dengan Alzheimer dan demensia,” Ake menambahkan.

Setelah dibentuk pada 2000, Alzheimer Indonesia melakukan sejumlah aksi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya Alzheimer sekaligus memberikan layanan kesehatan bagi penderitanya. Demikian pula, bersama timnya di ALZI San Francisco, Ake aktif memberikan berbagai informasi mengenai demensia, seperti cara diagnosis yang tepat, memfasilitasi layanan deteksi dini dan menghubungkan penderita dan keluarganya dengan sejumlah dokter spesialis untuk penanganan.

Ake meyakini, kampanye gaya hidup sehat juga dimulai dari diri sendiri. Di tengah kesibukan memimpin ALZI San Francisco, Ake selalu sempatkan untuk menjalankan sejumlah hobinya guna menjaga kesehatan dan kebugaran seperti lari, melancong, desain, hingga memotret berbagai sudut keindahan alam dan kota. Ia bahkan berbagai kreasi fotografi dan seni desain pernah diterbitkan di sejumlah majalah dan buku.

Ake Pangestuti dalam kampanye kesadaran Alzheimer dan demensia. (Dok KJRI San Francisco)
Ake Pangestuti dalam kampanye kesadaran Alzheimer dan demensia. (Dok KJRI San Francisco)

Menurut Konjen RI San Francisco, Prasetyo Hadi, kehadiran perempuan sangat penting dalam upaya mendorong pembangunan Indonesia. Seperti halnya kaum pria, peran besar perempuan di berbagai bidang telah banyak berhasil menjadi inspirasi dan katalisator semangat untuk perempuan lain dalam kiprahnya masing-masing bahkan bagi generasi muda Indonesia.

“Kegiatan ini diharapkan dapat menginspirasi kaum perempuan Indonesia lainnya, baik di tanah air maupun Amerika Serikat seperti halnya dedikasi Kartini dan banyak pahlawan perempuan Indonesia lainnya yang menggerakkan emansipasi perempuan Indonesia di masa kolonial dulu,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Diplomasi Republika, Rabu (20/4).

Webinar ini digelar melalui platform Zoom dan dapat disaksikan pula di Youtube akun KJRI San Francisco. Acara ini dipandu moderator Michelle Koesmono, seorang mahasiswa Indonesia di Universitas California Berkeley.

Ake adalah“Kartini baru” yang telah menetap lama di Amerika Serikat. Ia memiliki peran sendiri dalam membawa nama baik perempuan Indonesia. Semangat Kartini tidak hanya digandrungi oleh kaum perempuan dalam negeri, tapi juga oleh banyak perempuan Indonesia di luar negeri, tidak terkecuali mereka bertiga ini yang terus membawa semangat baru Kartini.

Baik Moorissa, Veronika maupun Ake, berbeda dalam hal etnis dan latar belakang. Namun, mereka sama dalam beberapa hal fundamental dengan Kartini, yakni kepedulian pada pendidikan, kesetaraan, perjuangan, pengabdian dan kemajuan. Melalui bidang karya masing-masing, mereka tidak kenal lelah untuk menunjukan contoh “Kartini masa kini” sukses, hebat di Amerika Serikat bahkan dunia internasional.

Ada 13.885 warga Indonesia di wilayah kerja KJRI San Francisco yang terdiri dari berbagai pekerja profesional sektor IT, bisnis, akademisi, tenaga medis, hingga pelaku seni. Semuanya merupakan “duta Indonesia” yang memainkan perannya masing-masing dalam membangun kemajuan untuk Indonesia tercinta.

Kecerdasan, peningkatan emansipasi, kesetaraan, dan kemajuan menjadi tema sentral bagi peringatan Hari Kartini di era modern saat ini. Jika dulu Kartini berliterasi melalui surat yang menyampaikan aspirasi persamaan hak dalam pendidikan, maka kini perempuan bahkan seluruh elemen masyarakat perlu terus memperjuangkan kesetaraan, keadilan dan kemajuan untuk memberikan sumbangsih positifnya bagi bangsa dan negara. (yen)

× Image