Seri Kartini Baru (1): Moorissa Tjokro, Pengembang Software Mobil Autopilot
Tulisan ini bagian dari seri kisah tiga Kartini modern yang bertutur dalam webinar "Transformasi Kartini Baru: Perempuan Hebat Indonesia Semakin Bermartabat", Senin (18/4/2022). Webinar itu digelar oleh Konsulat Jenderal RI San Francisco, AS. Ketiga narasumber tersebut yakni Moorissa Tjokro, Veronika Andrews, dan Ake Pangestuti. Berikut kisah mereka.
DIPLOMASI REPUBLIKA -- Moorissa Tjokro adalah ahli pengembang software mobil tanpa awak. Kini ia bersama timnya saat ini bahkan sedang memajukan sistem otomatisasi mobil tanpa pengemudi ini sampai pada level 4.
Penguasaan ilmu dan pengetahuan serta peningkatan literasi digital terutama bagi kaum perempuan amat ditekankan Moorissa. Literasi digital, katanya, akan mendorong peningkatan kesadaran akan pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk keamanan dan keselamatan manusia.
“Seperti teknologi mobil otonom tanpa awak pengemudi yang dikembangkan dengan sistem perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan, akan menghasilkan tingkat efisiensi dan meningkatkan keamanan berkendara sehingga membantu menekan angka kecelakaan di jalan raya,” ujar Moorissa, perempuan lulusan S1 Georgia Institute of Technology Atlanta dan S2 Columbia University.
Moorissa mengatakan, mobil otonom tanpa pengemudi atau autopilot sudah cukup banyak dikembangkan di Amerika Serikat terutama di San Francisco. Mobil tersebut akan berkontribusi pada berkurangnya pemanasan global karena menghasilkan emisi karbon dioksida yang jauh lebih rendah.
Moorissa bersama timnya saat ini bahkan tengah memajukan sistem otomatisasi mobil tanpa pengemudi ini sampai pada level 4. Artinya, mobil akan sepenuhnya mandiri. Namun, kendaraan masih menyediakan ruang kendali bagi pengendara.
Level tertinggi dari mobil autopilot adalah level 5. Pada level ini, kendaraan tidak hanya semua fungsi sepenuhnya otomatis tetapi juga sepenuhnya otonom alias sama sekali tidak memerlukan alih pengemudi oleh manusia.
Society for Automotive Engineers atau SAE International telah membuat klasifikasi taksonomi untuk menunjukkan tingkat otomatisasi kendaraan bermotor. SAE International adalah sebuah organisasi global yang merupakan kumpulan dari sekitar 128.000 insinyur dan pakar teknis terkait di industri kedirgantaraan, otomotif, dan kendaraan komersial.
Menurut SAE International, tingkatan pertama adalah nol, yang berarti tidak ada otomatisasi sama sekali. Sedangkan tingkatan terakhir adalah 5 dengan kendaraan sepenuhnya otomatis dan otonom.
Mobil Cruise saat ini sudah beredar di pasaran terutama di San Francisco. Sistem kecerdasannya terus disempurnakan oleh sekelompok tim ahli yang Moorissa menjadi bagian di dalamnya.
Kini Moorissa dengan timnya tengah mengembangkan teknologi kecerdasan buatan pada transportasi publik. Harapannya, mobil otonom juga akan bermanfaat bagi masyarakat termasuk penyandang disabilitas.
Keahlian yang dimiliki oleh sosok seperti Moorissa tidak banyak dimiliki orang lain. Perempuan yang pernah bekerja di NASA dan Tesla ini, sejak kecil menyukai hal berbau mekanik dan teknologi, serta suka mempelajari sesuatu yang baru.
Motonya? “Pengetahuan adalah kekuatan,” tegasnya.
Moorissa berpesan kepada masyarakat terutama generasi muda Indonesia untuk terus memperluasan wawasan, bersikap positif, dan ikuti berbagai pelatihan yang meningkatkan kualitas diri. Ia juga mengingatkan agar senantiasa terbuka pada suatu yang baru agar tidak tertinggal oleh pegerakan zaman yang begitu cepat.
“Memiliki mentor juga sangat penting,” tambahnya. Mentor akan menjadi bagian dari perjalanan hidup yang akan terus mendukung dan memberi pelajaran untuk kesuksesan.
Moorissa memang layak menjadi inspirasi. Menurut Konjen RI San Francisco, Prasetyo Hadi, kehadiran perempuan sangat penting dalam upaya mendorong pembangunan Indonesia. Seperti halnya kaum pria, peran besar perempuan di berbagai bidang telah banyak berhasil menjadi inspirasi dan katalisator semangat untuk perempuan lain dalam kiprahnya masing-masing bahkan bagi generasi muda Indonesia.
“Kegiatan ini diharapkan dapat menginspirasi kaum perempuan Indonesia lainnya, baik di tanah air maupun Amerika Serikat seperti halnya dedikasi Kartini dan banyak pahlawan perempuan Indonesia lainnya yang menggerakkan emansipasi perempuan Indonesia di masa kolonial dulu,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Diplomasi Republika, Rabu (20/4).
Webinar ini digelar melalui platform Zoom dan dapat disaksikan pula di Youtube akun KJRI San Francisco. Acara ini dipandu moderator Michelle Koesmono, seorang mahasiswa Indonesia di Universitas California Berkeley.
Moorissa adalah “Kartini baru” yang telah menetap lama di Amerika Serikat. Ia memiliki peran sendiri dalam membawa nama baik perempuan Indonesia. Semangat Kartini tidak hanya digandrungi oleh kaum perempuan dalam negeri, tapi juga oleh banyak perempuan Indonesia di luar negeri, tidak terkecuali mereka bertiga ini yang terus membawa semangat baru Kartini.
Baik Moorissa, Veronika maupun Ake, berbeda dalam hal etnis dan latar belakang. Namun, mereka sama dalam beberapa hal fundamental dengan Kartini, yakni kepedulian pada pendidikan, kesetaraan, perjuangan, pengabdian dan kemajuan. Melalui bidang karya masing-masing, mereka tidak kenal lelah untuk menunjukan contoh “Kartini masa kini” sukses, hebat di Amerika Serikat bahkan dunia internasional.
Ada 13.885 warga Indonesia di wilayah kerja KJRI San Francisco yang terdiri dari berbagai pekerja profesional sektor IT, bisnis, akademisi, tenaga medis, hingga pelaku seni. Semuanya merupakan “duta Indonesia” yang memainkan perannya masing-masing dalam membangun kemajuan untuk Indonesia.
Kecerdasan, peningkatan emansipasi, kesetaraan, dan kemajuan menjadi tema sentral bagi peringatan Hari Kartini di era modern saat ini. Jika dulu Kartini berliterasi melalui surat yang menyampaikan aspirasi persamaan hak dalam pendidikan, maka kini perempuan bahkan seluruh elemen masyarakat perlu terus memperjuangkan kesetaraan, keadilan dan kemajuan untuk memberikan sumbangsih positifnya bagi bangsa dan negara. (yen)