Home > Mancanegara

Menlu Palestina: Belum Saatnya Hamas Jadi Bagian Pemerintahan

Pemerintahan teknokratik diperlukan tanpa Hamas.
Warga Palestina yang mengungsi bersama keluarganya dari utara Gaza berjalan di pengungsian di bagian barat Deir al-Balah, wilayah selatan Gaza, Selasa (27/2/2024).
Warga Palestina yang mengungsi bersama keluarganya dari utara Gaza berjalan di pengungsian di bagian barat Deir al-Balah, wilayah selatan Gaza, Selasa (27/2/2024).

JENEWA -- Menlu Palestina Riyad al-Maliki pesimistis muncul keajaiban membahas soal pemerintahan bersatu dan pembangunan Gaza dalam pertemuan di Moskow, Rusia. Rencananya, pertemuan yang diikuti Gamas dan Fatah, berlangsung Kamis (29/2/2024) waktu setempat.

Pertemuan ini berlangsung setelah Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh dan pemerintahan menyampaikan surat pengunduran diri kepada Presiden Mahmud Abbas, Senin (26/2/2024). Maliki berharap ada hasil yang baik dalam pertemuan di Moskow.

Ada rasa saling memahami di antara faksi soal perlunya mendukung pemerintahan teknokratik Shtayyeh. ‘’Tentu saja, kami tak bisa berharap ada keajaiban muncul hanya dalam satu pertemuan di Moskow,’’ katanya di Jenewa, Swiss, Rabu (28/2/2024).

Maka ia berharap ada serangkaian pertemuan berikutnya setelah pertemuan di Moskow. Menurut dia, perombakan pemerintahan untuk meraih dukungan lebih luasnya peran Otoritas Palestina menyusul perang Israel melawan Hamas di Gaza.

Langkah ini, kata dia, juga untuk mencegah mitra-mitra internasional menyatakan Otoritas Palestina tak berkolaborasi. Ia yakin Hamas mengerti mengapa mereka tak seharusnya menjadi bagian dalam pemerintahan baru di Palestina.

Pemerintahan teknokratik diperlukan tanpa Hamas.’’Ini bukan saatnya bagi pemerintahan koalisi nasional, di mana Hamas bagian dari pemerintahan. Sebab jika Hamas masuk akan diboikot sejumlah negara seperti kejadian sebelumnya,’’ katanya seperti dilansir Arab News.

Menurut Maliki, Palestina tak ingin berada dalam situasi seperti itu.’’Kami ingin diterima dan sepenuhnya berhubungan dengan komunitas internasional,’’ jelasnya.

Menurut Maliki prioritas pemerintahan nanti adalah menjalin hubungan dengan komunitas internasional untuk membantu menyediakan bantuan darurat bagi warga Palestina dan memikirkan bagaimana melakukan rekonstruksi Gaza.

‘’Nanti ketika situasinya sudah memungkinkan, kami bisa memikirkan opsi itu (pemerintahan bersatu). Namun yang pertama dipikirkan sekarang adalah mengatasi situasi yang ada, menyelamatkan warga tak berdosa dan melindungi warga Palestina,’’ jelas Maliki.

Dengan penjelasan itu, ia mengharapkan Hamas mengerti.’’Itulah mengapa saya pikir Hamas mestinya bisa memahami kondisi ini. Saya yakin mereka mendukung ide tersebut, pemerintahan teknokratik,’’ jelasnya.

Di sisi lain, Maliki menuding Dewan Keamanan PBB tak mampu menghadirkan gencatan senjata. Ia menggaungkan kembali pernyataan Sekjen PBB Antonio Guterres yang menyatakan tak ada persatuan dalam DK dalam menyelesaikan isu Palestina ini.

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh memutuskan mundur dari jabatannya. Ia menginginkan dengan mundur terbentuk konsensus luas di antara Palestina mengenai pengaturan politik menyusul perang Israel di Gaza.

‘’Keputusan untuk mundur datang di tengah eskalasai ri Tepi Barat dan Yerusalem serta perang, genosida, dan kelaparan di Gaza,’’ kata Shtayyeh, yang menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, Senin (26/2/2024).

Dalam pernyataannya kepada kabinet, Shtayyeh, akademisi yang menjabat sejak 2019, mengatakan langkah selanjutya adalah memberikan perhatian lebih atas kenyataan di Gaza yang selama lima bulan menjadi sasaran Israel.

Menurut dia, tahap berikutnya’’Kita memerlukan pemerintahan dan pengaturan politik yang baru untuk memperhatikan realitas yang ada di Gaza, pembicaraan soal persatuan nasional, dan konsensus di antara orang-orang Palestina.’’

Ia menambahkan,’’Perlu perluasan otoritas yang dimiliki Pemerintah Palestina atas seluruh wilayah Palestina.’’Otoritas Palestina terbentuk 30 tahun lalu berdasarkan Kesepakatan Oslo, yang hanya berkuasa atas beberapa wilayah Tepi Barat secara terbatas.

Mereka kehilangan kekuasaan atas Gaza menyusul kemenangan Hamas dalam pemilu 2007. Fatah yang kini berkuasa di Tepi Barat dan Hamas yang berwenang di Gaza telah beberapa kali berupaya mewujudkan pemerintahan bersatu.

Dalam upaya mewujudkannya kembali, pada Rabu ini, kedua faksi itu akan bertemu di Moskow, Rusia. ‘’Pengunduran diri pemerintahan Shtayyeh masuk akal jika dilakukan dalam konteks menuju konsensus nasional,’’ kata pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri. reuters/han

× Image