2023 Tahun Terburuk Rohingya, 569 Tewas atau Hilang di Laut
DHAKA – Setidaknya 569 orang Rohingya dilaporkan meninggal atau hilang saat mencoba meninggalkan Myanmar atau Bangladesh selama 2023. Badan PBB yang menangani pengungsi, UNHCR menyebut ini kematian tertinggi yang dialami warga Rohingya sejak 2014.
UNHCR menyebut, kematian atau hilang di laut terjadi saat 4.500 Rohingya mencoba menyeberangi Laut Andaman atau Teluk Bengal. ‘’Jumlah yang dilaporkan hilang atau meninggal tertinggi sejak 2014 yang mencapai 730 orang,’’ kata UNHCR, Selasa (23/1/2024)
Para penyintas, ujar UNHCR, mengisahkan eksploitasi dan tindakan tak mengenakkan selama perjalanan mengarungi lautan demi kehidupan yang lebih baik. Termasuk di dalamnya kekerasan berdasarkan gender.
‘’Mayoritas yang ikut dalam perjalanan ini adalah anak-anak dan perempuan. Setidaknya ada 66 persen. Mereka berangkat dari Bangladesh atau Myanmar,’’ demikian pernyataan dari UNHCR. Kini lebih dari sejuta warga Rohingnya berada di pengungsian.
Mereka melarikan dari dari kampung halamannya di Rakhine, Myanmar, akibat kekerasan yang dilakukan militer pada 2017. Mereka kini berada di kamp-kamp pengungsian Cox’s Bazar, Bangladesh. Ada pula sebagian yang memutuskan pergi menuju negara lain melalui laut.
Myanmar berada di bawah pemerintah junta militer sejak kudeta 2021. Mereka tak tergerak mengembalikan Rohingya ke Rakhine. Rohingya telah lama dianggap bukan bagian dari Myanmar, tak diakui status kewarganegaraannya dan menjadi sasaran kekerasan.
Dengan kondisi memprihatinkan ini, keadaan kamp yang menyedihkan dan harapan tipis bisa kembali ke Myanmar, mendorong Rohingya memutuskan mengarungi lautan menuju negara-negara lain, yang dianggap bisa menemukan kehidupan lebih baik.
Dalam satu insiden tunggal pada November 2023, sebanyak 200 warga Rohingya kehilangan nyawa karena kapal yang merek tumpangi tenggelam di Laut Andaman. Maka UNHCR menyeru otoritas pantai di kawasan bisa mencegah tragedi lainnya terjadi.
Sebab, Rohingya terus mengalami kematian di wilayah negara-negara pantai. Mereka dianggap terlambat melakukan penyelamatan dan membawa Rohingya yang mengalami insiden ke tempat-tempat aman terdekat untuk melakukan pertolongan pertama.
‘’Menyelamatkan kehidupan dan mereka yang berada dalam bahaya di laut merupakan kewajiban kemanusiaan dan kewajiban yang tercantum dalam hukum maritim internasional,’’ demikian pernyataan UNHCR. (reuters/han)