Stunting di Baduy Tinggi, Peneliti UI Ungkap Penyebabnya
DIPLOMASI REPUBLIKA, LEBAK--Tim Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat adat melalui budaya lokal untuk pengentasan stunting di wilayah Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Berdasarkan hasil kegiatan yang dilaksanakan sejak Agustus hingga November 2023, diketahui sejumlah penyebab dari tingginya angka stunting pada masyarakat Baduy, terutama pada balitanya.
Masyarakat di sana cukup asing dengan kata 'stunting' atau 'tengkes'. Ketua Pengmas UI, Prof R. Cecep Eka Permana, mengatakan masyarakat Baduy mengenal penamaan stunting atau tengkes dalam bahasa daerahnya. "Masyarakat Baduy menyebut 'budak bujil' yang artinya anak yang pertumbuhannya lambat," katanya pada Sabtu (11/11/2023).
Tim pengmas, dijelaskannya, melakukan kegiatan lapangan dengan pendekatan kuantitatif, seperti menyebar kuisoner, melakukan wawancara mendalam juga pendataan di kampung-kampung, yang menjadi perwakilan kampung di Baduy dalam dan Baduy luar. Pendataan mengenai stunting dan permasalahan budayanya sudah dilaksanakan di 12 kampung dan masih berlanjut. Meski begitu, kegiatan tersebut memberikan gambaran awal data tentang penyebab stunting atau budak bujil di masyarakatnya.
Dosen Arkeologi UI ini menjelaskan ada berbagai faktor yang menjadi penyebab adanya budak bujil, antara lain pertama, minimnya pendidikan dan pengetahuan orang tua untuk merawat anaknya sehingga tidak memperhatikan asupan makanan bergizi. Faktor kedua, sang ibu hamil mengalami anemia dan kurang energi kronik (KEK). Faktor ketiga, masyarakat Baduy masih kuat terhadap aturan adat setempat seperti masyarakat Baduy yang bersumber mata pencaharian utamanya, yakni ngahuma (berladang) dan mereka banyak menetap di ladang (huma).
"Makin jauh kontak masyarakat Baduy dengan fasilitas kesehatan, makin kurang pengetahuan dan kesadarannya, mungkin sudah ada usaha dari tenaga kesehatan, tapi beberapa kendala itu masih ada," katanya.
Apalagi, menurut dia, wilayah yang ditempati masyarakat Baduy cukup luas dan ladang atau huma mereka sering kali jaraknya jauh dari klinik kesehatan. Ada 68 kampung, yang terdiri atas 65 kampung dan tiga kampung yang ditempati masyarakat Baduy dalam. Selain itu, tenaga kesehatan dan kader penyuluh yang berasal dari masyarakat Baduy belum mencukupi jumlahnya.
Maka itu, diperlukan solusi untuk pengentasan stunting berdasarkan budaya lokal, yakni yang sesuai dengan adat istiadat masyarakat Baduy. Di antaranya, peningkatan sosialisasi/penyuluhan tentang kesehatan ibu-anak mengenai stunting, baik ketika di perkampungan maupun di ladang-ladang, peningkatan lagi peran tenaga kesehatan atau kader posyandu, dan pihak RT, terutama pada perkampungan di dalam wilayah yang belum terjangkau. Selain itu, peningkatan lagi pengetahuan tentang gizi untuk keluarga, terutama untuk ibu hamil-menyusui dan anak batita, dengan memanfaatkan sumber daya alam di lingkungan sekitar, misalkan tanaman herbal.
Seperti dilansir dari keterangan resminya, berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia, prevalensi stunting di Provinsi Banten pada 2021 masih 24,5 persen. Termasuk Kabupaten Lebak, yang di dalamnya terdapat masyarakat Baduy, menempati peringkat 2 daerah dengan prevalensi stunting tertinggi di Provinsi Banten, yakni sebanyak 27,30 persen. Stunting atau tengkes merupakan gangguan tumbuh kembang pada anak yang disebabkan oleh gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang kurang memadai.
Program pengmas UI ini diketuai Prof Cecep Eka Permana, dengan anggota tim (alm) Dr. Jajang Gunawijaya (Dosen Antropologi Fisip UI), Dr. Dadan Erwandi (Dosen Kesehatan Masyarakat FKM UI), Marno Sunarya (Mahasiswa Kessos FISIP UI), Abi Musa Al Asy Ari (Mahasiswa Geografi FMIPA UI), Salsabila Nurohmah (Mahasiswa Bisnis Kreatif Vokasi UI), dan Agus Haryanto, S.Hum (Staf RPM FIB UI). (zed)