Home > Mancanegara

Ribuan Guru Korea Selatan Berunjuk Rasa Terkait Bullying dari Orang Tua Murid

Mereka menuntut perlindungan hukum atas perisakan (bullying) dari orang tua murid.
Seorang guru memberikan buku pelajaran kepada siswanya di sekolah dasar di Sejong, Korea Selatan (2/3/2021). (YONHAP/YNA/Republika.co.id)
Seorang guru memberikan buku pelajaran kepada siswanya di sekolah dasar di Sejong, Korea Selatan (2/3/2021). (YONHAP/YNA/Republika.co.id)

DIPLOMASI REPUBLIKA, SEOUL – Ribuan guru dan staf sekolah di Korea Selatan (Korsel) melakukan aksi unjuk rasa pada Sabtu (16/9/2023). Mereka menuntut perlindungan hukum atas perisakan (bullying) dari orang tua murid.

Aksi unjuk rasa yang dilaksanakan di Seoul ini dipicu kematian seorang guru pada Juli lalu. Sang guru ditemukan tanpa nyawa di SD, tempat ia mengajar. Ada dugaan guru tersebut mengalami tekanan mental akibat keluhan dari sejumlah orang tua yang berlaku kasar.

Dengan berpakaian serbahitam, ribuan guru dan staf sekolah itu memenuhi jalan di dekat gedung parlemen. "Lindungi guru dari klaim bahwa mereka membuat emosi siswa tertekan," seperti yang terungkap dalam aksi tersebut. Mereka menyatakan lebih dari 9.000 guru dilaporkan orang tua murid karena tuduhan ini dalam delapan tahun terakhir.

Anggota parlemen kini sedang merumuskan rancangan undang-undang untuk memenuhi tuntutan dari para guru sekolah tersebut, mulai dari tingkat dasar sampai menengah atas.

‘’Saya harap RUU yang sedang dibahas parlemen akan disahkan sesegera mungkin, untuk menyelamatkan hak hidup guru dan memberdayakan guru untuk memberikan pendidikan yang bagus,’’ kata Ahn Ji Hye, seorang guru dan salah satu koordinator aksi.

Polisi melaporkan, aksi massa diikuti sekitar 20 ribu guru. Mereka berdemonstrasi selama beberapa pekan karena menganggap undang-undang yang saat ini berlaku, membuat mereka kesulitan dalam mengontrol kelas.

Aturan yang ada saat ini juga memosisikan mereka pada belas kasihan orang tua murid yang berlaku arogan. Para orang tua kerap menuduh para guru ini secara emosional membuat murid-muridnya tertekan di tengah lingkungan yang sangat kompetitif.

Namun, para ahli pendidikan menyebut perubahan atas aturan yang ada sekarang justru merugikan siswa. Amendemen, dijelaskan mereka, bakal kian memperlemah perlindungan terhadap anak didik yang selama bertahun-tahun berada di lingkungan hiperkompetitif di sekolah.

Menurut data Kementerian Pendidikan dan Departemen Asuransi Kesehatan Nasional yang diperoleh anggota parlemen dari kubu liberal, Kim Woni, pekan lalu, lebih dari 820 siswa SD, SMP, dan SMA meninggal karena bunuh diri antara tahun 2018 dan 2022.

Di tengah kemarahan para guru, pemerintahan konservatif Korsel awal bulan ini, membentuk sebuah gugus tugas untuk mengkaji undang-undang baru terkait pendidikan. Ini untuk mendapatkan masukan publik agar guru juga terlindungi dari tuduhan menekan siswa.

Kementerian pendidikan dan hukum dalam pernyataan bersama, menuding pemerintahan liberal sebelumnya, menerapkan aturan hukum yang terlalu menekankan pada hak-hak anak, yang memicu banyaknya laporan perlakuan sewenang-wenang dari para guru kepada siswa. (fer/reuters)

× Image