Kisah Duka pada Jumat Malam di Negeri Magribi
DIPLOMASI REPUBLIKA, MARRAKECH--Kedukaan menyelimuti para korban gempa bumi berkekuatan 6,8 SR yang melanda Maroko, Jumat (8/9/2023) malam. Bencana alam di Negeri Magribi atau Al- Maghrib Al-Aqsa, begitu sebutan ahli sejarah dan geografi era kekhalifahan Islam, menyelipkan sejumlah kisah para penyintasnya.
Seorang warga, Mohamed Azaw, menceritakan pengalamannya. Dia tinggal di Desa Amizmiz, yang berjarak 60 km bagian selatan Marrakech. Saat merasakan bumi berguncang di bawah kakinya dan rumahnya bergoyang, ia bergegas menyelamatkan anak-anaknya untuk segera keluar rumah.
Namun, tetangganya tak dapat melakukan hal serupa. ‘’Tak satu pun ditemukan selamat di keluarga tersebut.’’
Ayah dan anak laki-lakinya, menurut Azaw, ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Sedangkan ibu dan anak perempuan masih dalam pencarian. Terlihat sekitar 20 orang termasuk petugas pemadam kebakaran dan tentara berada di atas reruntuhan rumah di Amizmiz.
Mereka berupaya untuk memindahkan puing-puing bangunan untuk menemukan korban di bawahnya. Televisi yang menyiarkan kondisi di Moulay Ibrahim, 40 kilometer (km) sebelah selatan Marrakech, menunjukkan puluhan rumah di lereng pegunungan ambruk.
Warga Marrakech, kota besar yang lokasinya terdekat dari pusat gempa, menyatakan sejumlah bangunan di kota tua runtuh, yang termasuk UNESCO World Heritage. Televisi lokal menyiarkan gambar menara masjid yang jatuh dan reruntuhan menimpa sejumlah mobil.
Pascagempa, seorang warga Marrakech bernama Id Waaziz Hassan menuturkan, sejumlah rumah di kota tua runtuh. Menurut dia, warga bekerja keras menggunakan tangan kosong memindahkan puing reruntuhan sambil menunggu peralatan berat.
Tayangan video memperlihatkan, satu sisi tembok kota pada zaman pertengahan ini mengalami retakan besar, sedangkan sisi lainnya runtuh. Puing reruntuhan berserakan menutup jalan. Seorang warga lainnya, Brahim Himmi, melihat beberapa ambulans keluar dari kota.
Banyak bangunan, menurut dia, rusak berat. Banyak orang memutuskan berada di luar rumah khawatir ada gempa susulan. ‘’Lampu jatuh dari langit-langit dan saya keluar rumah. Saya bersama anak masih di luar, takut,’’ ujar Houda Hafsi (43 tahun).
Menurut warga perempuan lainnya, Dalila Fahem, terdapat retakan-retakan di rumahnya serta merusak furnitur. ’’Beruntung, saya belum tidur.’’
Saluran berita al-Arabiya yang mengutip sejumlah sumber warga setempat melaporkan satu keluarga yang terdiri atas lima orang semuanya meninggal.
Montasir Itri, warga Desa Asni yang berada dekat pusat gempa, menuturkan sebagian besar rumah rusak. ’’Tetangga kami berada di bawah reruntuhan bangunan dan orang-orang berusaha menyelamatkannya dengan peralatan yang ada.’’
Lebih ke barat, dekat Taroudant, guru bernama Hamid Afkar meninggalkan rumahnya akibat gempa dan terdapat susulan setelah gempa utama. ‘’Tanah bergetar sekitar 20 detik. Pintu terbuka dan tertutup sendiri. Saya bergegas turun dari lantai dua rumah saya.’’
Orang-orang di Rabat, sekitar 350 arah utara dari Ighil dan kota pantai Imsouane yang berjarak 180 km arah barat Ighil juga memutuskan keluar dari rumah, menyelamatkan diri. Mereka takut terjadi gempa yang lebih kuat.
Video-video yang dibagikan di media sosial tak lama setelah gempa, menunjukkan orang yang ketakutan lari keluar dari sebuah pusat perbelanjaan, restoran, dan apartemen. Mereka berkumpul di luar bangunan tersebut. (fer/reuters)