Home > Serba Indonesia

Silat Kelabang Liar Gaungkan 'Shalat, Shalawat, dan Silat'

Maestro seni silat Kelabang Liar ini adalah Abeh Lamsani, warga asli Betawi.
Seorang pesilat kelabang liar memeragakan satu jurus pencak silat. (dok Pengmas UI).
Seorang pesilat kelabang liar memeragakan satu jurus pencak silat. (dok Pengmas UI).

DIPLOMASI REPUBLIKA, JAKARTA--Seni bela diri dalam masyarakat Betawi sudah menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari budayanya. Aliran seni bela diri khas Betawi, satu di antaranya dapat ditemukan di daerah Klender, Jakarta Timur, yakni di Padepokan Kelabang Liar.

Maestro seni silat Kelabang Liar ini adalah Abeh Lamsani, warga asli Betawi. Seperti yang dituturkan oleh Abeh pada Ahad (27/8/2023) di Kampung Pulo Kambing, Klender, Jakarta Timur, mengenai awal mula dia belajar silat. "Awalnya ngaji. Belajar silat di pesantren dan berguru kepada para ustaz dan guru silat yang menjadi marbot masjid, termasuk dari Cimande. Kemudian Abeh kembangkan gerakan silatnya," katanya.

Ciptaan dan kembangan seni pencak silat pria berusia 70 tahunan ini kemudian dinamakan Kelabang Liar. Seni bela diri terinspirasi dari gerakan hewan kelabang atau lipan. Kekhasan dari gerakan silat Kelabang Liar, terutama dari gerakan duduk dan gerakan kaki atau langkah yang banyak entakannya.

Gerakan dasar yang pertama kali dipelajari adalah sikap duduk, ini menurut pengakuan salah satu muridnya, Fahrizal. "Saya mempelajarinya bertahun-tahun untuk sikap duduk saja," kata dia yang berprofesi sebagai karyawan swasta, tetapi juga menjadi pengajar silat saban akhir pekan di padepokan tersebut.

Dia mengatakan jurus utama Kelabang Liar ada 16. Namun, gerakan kembangan dari jurus utama itu bisa beraneka ragam. Jurus utama dan kembangannya akan diajarkan, baik kepada murid laki-laki maupun perempuan. Bahkan, murid perempuan diajarkan gerakan yang sama. "Namun, ada satu gerakan silat yang hanya diajarkan kepada anak perempuan, yakni gerak silat selendang," katanya.

Abeh Lamsani sudah lama mengajarkan seni pencak silat kepada masyarakat setempat. Seiring waktu, menurut Fahrizal, karena banyak yang ingin belajar silat kepada Abeh Lamsani, akhirnya dibangunlah padepokan Kelabang Liar di Kampung Pulo Kambing, Klender, Jakarta Timur, pada 21 Desember 2012. Dia sendiri merupakan angkatan pertama murid Abeh Lamsani sejak padepokan tersebut resmi berdiri.

Hingga kini, generasi muda Betawi yang tertarik untuk belajar silat tidak pernah surut. Anak-anak terutama para remaja setiap akhir pekan berlatih di padepokan, yang juga menjadi tempat pengajian anggota Kelabang Liar. "Ada pengajian bulanan juga. Kita doain orang tua kita, guru-guru kita, tawasul gitu," kata muridnya yang lain.

Dengan semboyan "Shalat, Shalawat, dan Silat", padepokan Kelabang Liar kini memiliki anggota yang mencapai ratusan. Para murid silat Kelabang Liar tersebar di daerah, terutama yang banyak didiami masyarakat Betawi. Pusat Padepokan Kelabang Liar berada di Kampung Pulo Kambing dengan cabang di beberapa daerah. "Banyak sih. Seperti di Tanah Delapan Puluh, Pondok Bambu, Cipinang Muara, Kampung Kapitan, Pulo Jahe, Bulak, Buaran, dan alhamdulillah Abeh ini selama satu minggu ini full mengajar silat selain di padepokan," kata Fahrizal.

Keberadaan pencak silat Betawi di Klender ini menjadi tanda keberlangsungan nilai-nilai budaya dan agama yang diteruskan kepada generasi muda. Apalagi, pewarisan budaya di Padepokan Kelabang Liar disebut dinamis, terutama dari seni bela diri, kuliner, hingga seni pertunjukan. Dosen FIB UI, Dr Syahrial, mengatakan UI memiliki satu program untuk memperkokoh Kampung Betawi melalui masyarakat dan budayanya.

Kegiatan ke padepokan Kelabang Liar ini merupakan satu bagian dari Program Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (UI) tahun 2023. Kegiatan yang bertajuk "Pengembangan Seni Bela Diri Silat Kelabang Liar di Klender dalam mendukung Pelestarian Kampung Betawi" ini diadakan pada Juli hingga November 2023. Program ini dilaksanakan oleh empat dosen UI; Dr, Syahrial, M.Hum sebagai ketuanya, Assa Rahmawati Kabul, M.Hum, Nazarudin, M.A, dan Silva Tenrisara Pertiwi Isma, M.A, M.Hum; dan tiga mahasiswa dari FIB UI, yakni Hanif Oktavli Mazel, Zahra Tsabita Mujahidah, dan Nanda Sekar Ayu Alifah. (rin)

× Image