Perang Rusia-Ukraina Percepat Geliat Yuan
DIPLOMASI REPUBLIKA, SINGAPURA – Cina meningkatkan penggunaan yuan secara dramatis untuk membeli komoditas dari Rusia. Invasi Rusia atas Ukraina seakan menjadi durian runtuh atas upaya Cina untuk memperluas penggunaan mata uangnya itu dalam perdagangan internasional.
Hampir semua pembelian minyak, batu bara, dan baja dari negeri tetangganya itu kini menggunakan Yuan daripada dolar AS. Sejumlah ekskutif perdagangan mengungkapkan fenomena tersebut kepada Reuters, Kamis (11/5/2023).
Beralihnya penggunaan mata uang ke yuan, untuk membayar komoditas dagang senilai 88 miliar dolar AS. Invasi Rusia ke Ukraina, mempercepat penggunaan yuan ini di tengah upaya Cina menginternasionalisasi mata uangnya.
Pada Maret lalu, yuan alias renminbi (RMB), menjadi mata uang paling luas digunakan dalam transaksi lintas batas di Cina. Ini mengungguli penggunaan dolar untuk pertama kalinya. Meski demikian harus diakui pula, kue penggunaan yuan untuk pembayaran global masih tetap kecil.
Menurut SWIFT, pangsa yuan masih di kisaran 2,5 persen. Sedangkan dolar AS 39,4 persen dan euro 35,8 persen.
Mengutip laman berita Deutsche Welle, 28 Februari 2022, SWIFT atau Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication adalah jaringan pesan global aman yang digunakan bank untuk melakukan pembayaran lintas batas.
Jaringan tersebut memfasilitasi lembaga keuangan untuk mentransfer uang satu sama lain, membantu memastikan perdagangan global berjalan lancar.
Chi Lo, senior investment strategist di BNP Paribas Asset Management, Hong Kong, memperkirakan adanya efek bola salju dalam jangka panjang. Sebab, ia melihat lebih banyak negara bergabung dalam "RMB bloc" guna mengurangi risiko eksposur dolar AS.
’’Terutama setelah mereka melihat serangkaian sanksi yang dijatuhkan AS dan sekutunya terhadap Rusia,’’ katanya.
Menurut Chi, ini perkembangan yang sangat lama, satu, dua, atau bahkan tiga dekade. ‘’Untuk saat ini dan beberapa tahun ke depan, saya pikir transaksi menggunakan RMB dominan untuk perdagangan komoditas dan energi,’’ ujarnya.
Meski Beijing sudah satu dekade lalu mendorong penggunaan yuan secara internasional, mata uang ini hanya dipakai secara sporadis dalam pembelian komoditas besar oleh Cina, di antaranya minyak, gas, tembaga, batu bara yang biasanya dihargai dengan dolar AS.
Tahun lalu terjadi perubahan, seiring pembeli Barat membatasi atau menghentikan pembelian barang-barang dari Rusia, menyusul sanksi karena Rusia menginvansi Ukraina. Pembeli Cina memperoleh rabat minyak mentah, batu bara, dan alumunium.
Maka, pada 2022 terjadi lonjakan impor dari Rusia yang mencapai 52 persen. Kondisi tersebut, membantu Cina menghemat miliaran dolar AS bersamaan dengan tergerusnya ekonomi negeri akibat lockdown ketat untuk mengadang penyebaran Covid-19.
Namun kemudian, pembelian oleh Cina terus meningkat karena ekonomi juga telah pulih.
Data bank sentral Cina menunjukkan data, total penyelesaian pada Cross-Border Interbank Payment System (CIPS), alternative dari sistem pembayaran internasional SWIFT meningkat 21,5 persen secara year-on-year ke angka 96,7 triliun yuan (14,02 triliun dolar AS) pada 2022.
Hampir semua minyak Cina diimpor dari Rusia, kebanyakan minyak mentah dan sebagian kecil bahan bakar minyak (BBM), yang saat ini dibeli menggunakan yuan. Cina mengimpor baik minyak mentah maupun BBM senilai 60,3 miliar dolar AS tahun lalu.
The People's Bank of China belum memberikan respons pertanyaan mengenai penggunaan yuan untuk transaksi ini. Secara global, penggunaan memperoleh momentum. Bulan lalu, Argentina menegaskan akan mulai membayar impor dari Cina dengan yuan.
Pertimbangannya, untuk meringankan tekanan pada cadangan dolar yang Argentina milik. Sedangkan pada Maret, untuk pertama kalinya TotalEnergies perusahaan energi asal Prancis menjual kargo LNG dengan pengaturan pembayaran menggunakan yuan.
Awal mula perubahan
Perubahan bermula pada April 2022, setelah bank-bank utama Rusia dikeluarkan dari SWIFT setelah melakukan invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Awalnya, sejumlah pembeli Cina berjuang mendapatkan pembiayaan dagang dalam dolar AS.
Namun bank-bank melarang jalannya bisnis tersebut, memaksa para pembeli menggunakan telegraphic transfer, yang sama dengan cash pre-payment. Penggunaan yuan dalam transaksi mengemuka setelah AS memberlakukan larangan impor.
Eropa juga meningkatkan pembatasan pada para eksportir Rusia sebelum sepenuhnya memberlakukan embargo perdagangan. Pada 5 Desember, Barat menetapkan batasa harga pada ekspor minyak mentah Rusia.
‘’Semua penjualan minyak Rusia ke Cina melalui jalur laut sekarang pembayarannya dengan renminbi sejak adanya penetapan batas harga. Ada juga sejumlah kecil bank menangani perdagangan ini dengan dolar AS,’’ungkap seorang eksekutif perdagangan.
Menurut keterangan bank sentra Rusia pada Maret lalu, penggunaan yuan dalam proses impor dari Rusia pada 2022, naik drastis dari hanya empat persen menjadi 23 persen.
Bulan lalu, Wakil PM Rusia Alexander Novak menegaskan, akan terus menerima lebih banyak pembayaran dalam rubel dan yuan terkait ekspor energi. Pihaknya berupaya menyingkirkan dolar dan euro dalam transaksi perdagangan.
Bahkan, Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkapkan, dua pertiga perdagangan antara Moskow dan Beijing saat ini dalam bentuk rubel atau yuan. Tahun lalu, berlimpahnya impor membuat perdagangan Cina terhadap Rusia defisit hingga 38 miliar dolar AS. Meski demikian, Cina berhasil memperkecil defisit pada empat bulan pertama 2023.
Tak selalu mulus
Transisi pembayaran dari dolar AS ke yuan, tak selalu mulus. Perusahaan minyak negara, CNPC merasa khawatir selama berbulan-bulan pada tahun lalu karena bisa saja impor gas dari perusahaan Rusia, Gazprom bisa terputus.
Pemberi kredit saat itu, ICBC dan Bank of China, yang takut adanya sanksi kedua berupaya keluar dari situasi sulit itu. Namun, kedua bank tersebut tak merespons saat dimintai komentar soal ini. Hampir setengah tahun CNP tak bisa bayar ke Gazprom dengan dolar.
Namun kemudian, ungkap seorang sumber, Bank of Communications mengambil masalah ini dan mengganti pembayaran dengan renminbi. Sayangnya, Bank of Communications dan CNPC juga menolak untuk berkomentar. Demikian pula dengan Gazprom.
September 2022, Gazprom bersepakat dengan CNPC menggunakan rubel atau yuan dalam perdagangan gas mereka. Di sisi lain, seorang pejabat Gazprom, Alexei Konivetsky mengakui, perusahaannya menghadapi disrupsi pembayaran dari Cina.
‘’Kala itu, sejumlah bank Cina mengkhawatirkan adanya sanksi kedua saat bermitra dengan kami,’’ ujarnya. (reuters/fer)