UNESCO Akui Asosiasi Tradisi Lisan di Indonesia
DIPLOMASI REPUBLIKA, JAKARTA--Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) kembali mendapatkan akreditasi dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Status ini membuat ATL menjadi mitra UNESCO dalam memberikan pelayanan konsultasi yang terkait dengan Konvensi 2003.
"Salah satu cara atau pendekatan yang dilakukan ATL dalam menyosialisasikan program lewat beragam kegiatan. Ini bagian dari diplomasi budaya (soft diplomacy)," ujar Ketua Umum Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), Pudentia MPSS, saat ditemui di Jakarta, Rabu (9/3/2022).
"Kami menganggap hal itu jauh lebih efektif dan efisien, juga lebih berdampak," katanya.
Sekjen ATL, Jabatin Bangun menyatakan, akreditasi ini menunjukkan kredibilitas ATL diakui. ATL, menurut dia, sudah melakukan bentuk diplomasi lewat kegiatan dan programnya, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Jabatin Bangun mengatakan, diplomasi itu tidak hanya dilakukan ke dalam, tetapi juga ke luar sehingga diperlukan partner kerja yang tertarik juga dengan tradisi Indonesia. "Mereka punya ilmu, penelitian, dan kajian-kajian tradisi lisan di Indonesia lalu karena mereka aktif di sana, mereka membentuk organisasi juga di sana," katanya di Jakarta, Rabu (9/3/2022).
Jabatin mengatakan, ATL saat ini memiliki 27 cabang di Indonesia dan tiga di luar Indonesia, seperti di Italia, Malaysia, dan Belanda. Melalui programnya, ATL membangun kerja sama di bidang pendidikan dan kebudayaan, khususnya tradisi lisan. "Misalkan program pertukaran mahasiswa, peneliti, atau dosen, yang difasilitasi oleh ATL yang ada di Leiden (Belanda), untuk belajar mengembangkan pengetahuan (sumber dan data) di sana. Pesertanya tidak hanya Jakarta, tetapi juga dari Medan, Kendari, dan lain-lain," katanya menjelaskan.
Menurut dia, kesadaran tinggi bahwa budaya itu adalah kekuatan soft diplomacy menjadi penting. Dia pun mencontohkan bentuk soft diplomacy yang dilakukan oleh para peneliti ataupun dosen untuk mengenalkan budaya Indonesia ke pihak luar. "Para peneliti, terutama dosen, mereka menerangkan Indonesia dan budaya, juga tradisinya kepada para mahasiswa asing selama di kelas," katanya.
Bahkan, ATL sering mengirim pelaku tradisi ataupun maestro tradisi Indonesia untuk berpentas di luar Indonesia. "Karena tradisi lisannya kuat, pelaku tradisi dan tradisinya diperkenalkan ke luar negeri," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Robert Sibarani, ketua ATL cabang Sumatra Utara mengungkapkan, ada kerja sama antara ATL di Sumatra Utara dan ATL di Italia dalam bidang pendidikan. "Ada pertukaran mahasiswa yang dikirim ke Italia, sebelumnya ada mahasiswa Italia yang ke Indonesia untuk belajar budaya," kata ketua Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara (USU) ini.
Sibarani mengatakan, awalnya tradisi lisan menjadi kajian atau jurusan di beberapa universitas di Indonesia yang digalakkan oleh ATL. Dia menyebutkan, Universitas Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Udayana, dan Universitas Sumatera Utara.
Sejak itu, menurut dia, minat masyarakat terhadap kajian tradisi lisan meningkat dan mengalami perkembangan. Apalagi, dengan dibukanya studi mengenai tradisi lisan di universitas lainnya dengan jenjang dari mulai S-1, S-2, hingga S-3. "Contoh di Universitas Halu Oleo Kendari (Sulawesi Tenggara), yang membuka program studi tradisi lisan untuk S-1," katanya.
Dia juga mengatakan, ketertarikan generasi muda terhadap tradisi lisan, dapat dilihat dari studi mengenai tradisi lisan di universitas-universitas, yang tidak pernah sepi peminat.
Sibarani menyatakan, ATL tidak hanya sebagai organisasi masyarakat bidang budaya, tetapi juga mengurusi bidang pendidikan, penelitian, dan akademik. Hal itu sejalan dengan lima pendekatan ATL. Pertama, lewat jalur ilmu pengetahuan dengan melahirkan kajian-kajian, penelitian, publikasi ilmiah, yang dikembangkan di dunia pendidikan.
Pendekatan lainnya setelah tradisi dipublikasikan adalah dipentaskan dan didokumentasikan. Berikutnya, ada pemeliharaan tradisi berdasarkan community development yang juga menyasar pelaku atau pemilik tradisi. "Kemudian ada pengembangan industri kreatif, yang hasilnya dapat memberikan kesejahteraan masyarakat, terutama pelaku atau pemilik tradisinya agar tetap hidup," kata Pudentia menambahkan.
Tradisi lisan
Tradisi lisan identik dengan warisan budaya takbenda. Tidak hanya berkaitan dengan ekspresi lisan (bahasa, permainan tradisional, pantun, cerita rakyat, mantra, nyanyian rakyat, dan lain-lain), tetapi tradisi lisan juga mencakup seni pertunjukan, musik, adat istiadat, upacara tradisional, pengobatan, arsitektur, kuliner, kearifan lokal, pengetahuan tradisional, pakaian, senjata, dan lainnya.
Di Indonesia, tradisi lisan menjadi satu di antara 10 objek pemajuan kebudayaan. Hal itu berdasarkan UU No 5 Tahun 2017 mengenai Pemajuan Kebudayaan.
Hingga kini, sejumlah warisan budaya takbenda (intangible cultural heritage) Indonesia telah diakui UNESCO. Di antaranya, Pertunjukan Wayang (2008), Keris (2008), Batik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011), Kapal Pinisi (2017), Pencak Silat (2019), Pantun (2020), dan Gamelan (2021).
Sesuai dengan Pasal 11 dan 12 Konvensi 2003 UNESCO, Indonesia diwajibkan secara berkala untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi warisan budaya takbenda yang ada di wilayahnya. Maka itu, Indonesia harus melibatkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sudah terakreditasi UNESCO dalam pelaksanaan konvensi tersebut.
Dengan adanya akreditasi dari UNESCO, ATL dapat terus berkontribusi dalam melakukan upaya pemeliharaan warisan budaya takbenda Indonesia dan melaksanakan kerja sama, baik di tingkat nasional maupun internasional. Status akreditasi ATL ini akan berlaku hingga 2025.
Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) didirikan pada 11 Desember 1993. ATL diketuai oleh Pudentia MPSS.
Salah satu program yang akan dilaksanakan oleh ATL pada 2022 ini adalah Lisan Ke-12. Rencananya, ATL akan menyelenggarakan Lisan Ke-12 di Jakarta pada awal September.
Program tersebut merupakan pertemuan rutin ATL berskala nasional dan internasional yang diadakan setiap dua tahun sekali. Dalam pertemuan ini, ada seminar dan festival tradisi lisan. Seharusnya, program tersebut diadakan tahun lalu, tapi tertunda karena pandemi. (yen) (rin)