Lebih dari 100 tahun, Usia Kamus Sunda-Inggris Pertama
Diplomasi.Republika.co.id--Kamus bahasa Sunda-Inggris karya Jonathan Rigg sudah terbit sejak 1862. Kamus yang berjudul A Dictionary of the Sunda Language of Java merupakan kamus Sunda dalam bahasa Inggris pertama.
Jonathan Rigg adalah orang Inggris yang memiliki perkebunan teh di daerah Jasinga, Bogor Selatan, Jawa Barat. Dia cukup tekun dalam mencatat dan mempelajari kosakata bahasa Sunda.
Kosakata bahasa Sunda dia peroleh, salah satunya melalui tradisi lisan masyarakat Sunda. Tradisi lisan yang dimaksud adalah Pantun Sunda.
Pantun dalam tradisi Sunda memiliki pengertian yang berbeda jenisnya dengan pantun secara umum. Pantun Sunda merupakan pertunjukan dengan juru pantun (tukang pantun) yang mengisahkan cerita masa lalu dengan iringan alat musik kacapi sunda. Kisah yang diceritakan berupa pengetahuan masa lalu, yang mengandung hikmah lewat narasi mite ataupun legenda. Terkadang penuturan kisah Pantun ini disertai humor.
Rigg mempunyai kenalan juru pantun bernama Ki Gembang yang sering ditanggap di Bogor dan sekitarnya. Melalui kisah-kisah yang dituturkan Ki Gembang inilah, dia mendapatkan perbendaharaan kosakata bahasa Sunda. Kosakata dalam Pantun Sunda, menurut dia, sering ditemukan dalam percakapan sehari-hari masyarakat. Karena itu, dia pun merasa terbantu.
Dalam pengantar kamusnya yang ditulis di Jasinga, 5 Agustus 1862, Rigg menyebut, tokoh yang turut berjasa selama proses menyusun kamus selain Ki Gembang. Dia mengaku berutang budi kepada Demang Jasinga, Raden Nata Wireja.
Selama beberapa bulan pada 1854, Rigg banyak dibantu Raden Nata selama menyusun kamusnya. Raden Nata membantu dalam menjelaskan kata-kata yang dianggap sulit atau perlu padanan yang sesuai.
Menurut Moriyama (1996), Rigg menyelesaikan kamusnya pada 1854. Namun, pencetakan kamus tersebut mengalami penundaan. Kamus Rigg baru dipublikasikan pada 1862 oleh Penerbit Lange & Co, Batavia.
Penyusunan kamus Sunda oleh Rigg itu terkait dengan sayembara yang diadakan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) atau the Batavian Society for the Arts and Sciences. BGKW didirikan pada 24 April 1778. Institusi ini membantu pemerintah kolonial dalam melakukan penelitian di bidang, antara lain biologi, etnologi, sastra, dan sejarah.
Pieter Mijer, sekretaris BGKW, pada 9 Okober 1843, mengumumkan sayembara penyusunan kamus bahasa Sunda baru dengan hadiah mendali emas dan uang 1.000 gulden (Moriyama, 1996). Dampaknya, sayembara ini membuat orang Eropa, terutama kalangan terdidik, gencar mempelajari bahasa Sunda.
Sebelumnya, ada kamus bahasa Sunda-Belanda karya De Wilde. Andries de Wilde, orang Belanda yang menjadi pengusaha kopi di Sukabumi. Dia telah mengumpulkan kosakata Sunda dalam bahasa Belanda berdasarkan pengalamannya. Dia mengoleksi kata-kata bahasa Sunda yang terkait dengan agrikultur, adat, dan Islam. Kamus tersebut lalu diterbitkan pada 1841 oleh Roorda.
Namun, kamus bahasa Sunda-Belanda De Wilde dianggap belum praktis dan komprehensif. Perlu ada kamus yang dapat dijadikan panduan sehari-hari. Kebutuhan akan bahasa Sunda pada saat itu cukup urgen bagi pemerintah kolonial. Mereka mulai sering berinteraksi dengan masyarakat Sunda. Maka itu, bahasa Sunda jadi alat penting untuk berkomunikasi dengan penduduk lokal, terutama dalam urusan administrasi.
Dengan adanya kamus karya Rigg, Inggris dianggap memberikan kontribusi penting dalam pengetahuan soal bahasa Sunda daripada Belanda. Seperti diungkap oleh Daniel Koorders, seorang doktor teologi dan hukum asal Belanda, yang menyayangkan bahwa penyusun kamus itu bukanlah orang Belanda (Moriyama, 1996).
Kamus karya Rigg dimulai dari huruf A (kata Abah-abah) hingga huruf Y (Yuta). Kamus berisi 9.308 entri. Paling banyak entri kata dari huruf K, yakni 1.034 kata. Rigg juga menjelaskan di awal kamusnya mengenai cara pelafalan bahasa Sunda dalam bahasa Inggris.
Museum Nasional Jakarta menyimpan karya asli kamus Sunda-Inggris karya Rigg terbitan pertama. Jika ingin mengetahui perihal kamus ini, dapat berkunjung ke perpustakaannya pada jam kerja.
Namun, karena termasuk benda kuno nan langka, kamus ini tidak sembarangan untuk dipamerkan. Bahkan, saat membuka tiap-tiap lembarannya saja, perlu kehati-hatian. Memang ada teknik khusus dalam menanganinya, termasuk harus menggunakan sarung tangan karet dan memakai masker. Cara tersebut, di antaranya untuk menghindari kerusakan kertas naskah yang sudah berusia lebih dari 100 tahun ini. (rin)