BPK Hingga Lembaga Audit Dunia Dorong Pulih Bersama
Oleh: Fitri Yuliantri P, Pranata Humas Muda BPK RI Jakarta dan Alumnus Magister Ilmu Komunikasi UNS Solo.
Diplomasi.republika.co.id-- Pada Desember 2019, Coronavirus disease 2019 (Covid-19) pertama kali merebak di Wuhan, China. Tingginya mobilitas manusia antarnegara, membuat virus menyebar dengan cepat ke 178 negara.
Dengan skala dan kecepatan penyebarannya, World Health Organization (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global pada Maret 2020. Sampai dengan 19 Februari 2022, tercatat sudah 423 juta orang di seluruh dunia terinfeksi Covid-19 (ourworldindata.org).
Negara maju, negara berkembang, semua terkena dampak pandemi yang mengakibatkan melemahnya perekonomian dunia. Ekonomi sebagian besar negara-negara di dunia tumbuh negatif.
Setelah terpuruk karena pembatasan mobilitas, negara-negara di dunia mulai mengeluarkan kebijakan dan bekerja sama antarnegara untuk meningkatkan kinerja ekonomi. Kebijakan antara 'mengerem' dan 'mengegas' masih menjadi pilihan untuk mencegah krisis kesehatan dan menjaga roda ekonomi tetap berjalan.
Pandemi Covid-19 tampaknya menjadi refleksi semua negara. Perlu dipahami, di masa depan, bencana global yang menghantui dunia tidak hanya pandemi akibat virus. Perubahan iklim dan pemanasan global pun dapat menciptakan bencana global yang magnitudonya diperkirakan sama seperti pandemi Covid-19, sehingga tidak ada negara yang tak terkena dampak.
Strategi BPK menghadapi pandemi
Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang signifikan terhadap keuangan negara, yakni penurunan penerimaan negara, peningkatan belanja negara, dan pembiayaan yang semakin meningkatkan risiko kerentanan fiskal.
Pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi dampak pandemi terhadap perekonomian negara. Melalui perannya sebagai lembaga pemeriksa, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun tetap meningkatkan kualitas pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN), dan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKK/L).
BPK juga terus meningkatkan risk awareness dalam rangka pengembangan strategi dan prosedur pemeriksaan LKPP, LKBUN, dan LKK/L. Risiko yang masih menjadi perhatian adalah dampak pandemi Covid-19.
SAI20 mendorong pulihnya dunia
Indonesia resmi menjadi Presidensi dari Group Twenty atau biasa dikenal dengan G20 pada 22 November 2021 lalu. Penetapan ini dilakukan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) atau Summit G20 ke-15 di Riyadh, Arab Saudi.
Presidensi G20 di tengah pandemi membuktikan persepsi yang baik atas resiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis. Hal ini juga merupakan bentuk pengakuan atas status Indonesia sebagai satu di antara negara dengan perekonomian terbesar di dunia, yang juga dapat merepresentasikan negara berkembang lainnya.
Presidensi G20 menjadi kesempatan menunjukkan kepemimpinan Indonesia di kancah internasional.
Pelajaran yang dapat dipetik dari pandemi Covid-19 adalah pentingnya kesiapsiagaan menghadapi ketidakpastian pada masa mendatang. Berbagai inisiatif diambil oleh pemerintah berbagai negara untuk mengatasi krisis karena pandemi dengan menggunakan dana publik yang besar.
Supreme Audit Institution (SAI) memiliki pengaruh penting untuk mengawal penggunaan dana publik dalam mengatasi krisis. Hal tersebut untuk mendorong terwujudnya pembangunan yang demokratis dan dipercayai oleh masyarakat. Hal ini sejalan dengan tujuan global SAI, yaitu memainkan peran kunci strategis untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Mendukung Presidensi G20, BPK berinisiatif menyelenggarakan SAI20. SAI 20 adalah Engagement Group (EG) yang berfokus pada tata kelola yang baik dan akuntabel.
Dalam konteks kerja sama G20, SAI masing-masing negara perlu mengambil peran sebagai mitra pemerintah. SAI20 memastikan dan meningkatkan kinerja dan akuntabilitas lembaga sektor publik serta efektivitas program dan kebijakan masing-masing negara.
Peran ini akan dilaksanakan dalam kerangka SAI 20 sebagai EG terdepan dalam menciptakan pendekatan tata kelola pasca-Covid19.
Meskipun SAI beroperasi di bawah mandat dan model yang berbeda, dengan pembentukan SAI20, setiap SAI dari negara-negara G20 akan dapat mempromosikan nilai dan manfaat dari pekerjaan audit mereka untuk demokrasi dan akuntabilitas di yurisdiksi masing-masing.
Forum ini juga dapat menciptakan peluang dalam meningkatkan keterbukaan dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan, untuk meningkatkan kualitas dan kedalaman pekerjaan audit SAI serta meningkatkan ketahanan tata kelola.
SAI memerlukan kerja sama pemerintah, lembaga perwakilan, sektor swasta, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendorong perencanaan dan perbaikan akibat bencana global.
Selanjutnya, SAI20 akan berfungsi sebagai platform berbagi pandangan strategis ke depan, sehingga pekerjaan G20 dapat memandu pemerintah menuju pendekatan yang membuat masyarakat lebih tangguh, serta meningkatkan pembuatan kebijakan yang baik dan akuntabel di antara negara-negara anggota G20.
SAI20 harus mengambil bagian tidak hanya untuk memulihkan kondisi ekonomi, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan bisnis, sehingga dapat mengarah pada kehidupan warga yang lebih baik, dunia yang lebih baik, dan membangun akuntabilitas untuk semua.
Inisiatif BPK dalam SAI20
Dua isu penting yang didorong melalui SAI-20 adalah percepatan pemulihan ekonomi dan mendukung SDG's.
Peran penting negara G20 dalam upaya global mengawal penanganan pandemi dan program pemulihan ekonomi, mendorong perlunya kemitraan yang efektif oleh SAI di negara G20.
Pada masa krisis, SAI perlu hadir dan terlihat untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah, serta untuk menggarisbawahi relevansinya dengan kepentingan warga.
Beberapa SAI telah memulai keterlibatan dalam melaksanakan respons Covid-19. Pengalaman mereka sangat berharga dalam mengidentifikasi sistem pendukung yang efektif. Oleh karena itu, pembentukan SAI-20 menjadi penting untuk meningkatkan posisi SAI sebagai mitra pemerintah.
Isu penting lainnya dalam SAI20 adalah dukungan pencapaian SDG's. Dalam konteks pemulihan pascapandemi, implementasi SDG's menjadi lebih urgensi. Sebab, ada risiko pemerintah kehilangan momentum dalam SDG's akibat kebutuhan untuk mengatasi keadaan darurat Covid-19.
SAI memainkan peran strategis dalam berkontribusi pada implementasi program SDG's secara konsisten pada masa pandemi. Komunitas SAI global telah mengaktualisasikan keterlibatannya dalam audit terkait implementasi SDG's, yang digaungkan melalui berbagai acara nasional, regional, dan internasional.
Laporan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB tahun 2021 memperjelas bahwa pandemi telah memperluas ketidaksetaraan di seluruh dunia.
Ketimpangan terkait SDG 5 "Kesetaraan Gender" dan SDG 10 "Kurangi Ketimpangan", membuat pencapaian kedua tujuan tersebut terhambat selama pandemi.
Strategi untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan dan ekonomi inklusif diperlukan untuk pulih dari pandemi, sekaligus menempatkan upaya pencapaian SDG's kembali ke jalurnya.
Peran SAI adalah untuk mendukung dan memastikan implementasi Kerangka Keuangan Berkelanjutan dalam meningkatkan SDG's. Rekomendasi yang diberikan oleh SAI kepada pemerintah masing-masing, dapat memberikan pandangan ke depan untuk membangun dan memperkuat keberlanjutan bisnis dan ketahanan bangsa.
Indonesia mengajak seluruh warga dunia bekerja sama memulihkan Bumi dari pandemi serta bersama-sama membangun dunia secara berkelanjutan.
Dari "Recover Together, Recover Stronger" menjadi “Dari Indonesia, Dunia Pulih Bersama". (rin)
* Tulisan kiriman pembaca Diplomasi.republika.co.id. Isi tulisan dan konten sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis
* Kontak kami: diplomasi@rol.republika.co.id