Burayot, Makanan Khas Garut dari Skala Rumahan Kini Go Public
DIPLOMASI REPUBLIKA--Ada pemandangan tidak biasa jika melewati jalan raya menuju Kota Garut, terutama di daerah Leles dan Kadungora. Sepanjang jalan, akan Anda temui stan-stan kecil yang menjual makanan khas bernama 'Burayot'. Dalam etalase kaca, makanan berwarna cokelat itu tampak digantung dengan tusukan panjang dari bambu.
Dalam bahasa Sunda, terdapat istilah 'Ngaburayot' yang maksudnya adalah menggendong anak dengan kain yang terlalu panjang. Sedangkan 'Burayot' memiliki arti bergayut atau bergantung. Maka itu, penganan khas Garut ini disebut 'Burayot' karena bentuknya yang seperti benda sedang menggantung, kecil di atas dan menggembung ke bawah, ataupun seperti kantong yang penuh isi dengan berat ke bawah.
Ensiklopedi Sunda menyebutkan bahwa tidak seperti sekarang, Burayot dahulu jarang dijual di pasar. Makanan rumahan ini hanya dikonsumsi di kalangan keluarga dan disajikan kepada tamu, itu pun dalam acara tertentu.
Bahan-bahan untuk membuat burayot, antara lain, tepung singkong, tepung beras, gula merah, dan gula putih. Untuk membuatnya, diperlukan tangan yang cekatan. Pada waktu adonan setengah matang, salah satu ujungnya ditusuk sambil diangkat dengan penusuk dari bambu. Karena adonan itu masih agak lembek, ujung yang satu agak meleleh dan akan terendam minyak. Dengan cara demikian, bentuknya akan mirip kantong yang terisi.
Berbahan baku yang tidak jauh berbeda, burayot mempunyai rasa manis seperti ali agrem dan cuhcur. Meski begitu, masing-masing memiliki bentuk dan tekstur yang berbeda, termasuk teknik pembuatannya.
Walaupun awalnya adalah makanan rumahan, burayot kini semakin dikenal masyarakat di luar Garut. Burayot bahkan bersanding dengan dodol dan tradisi ngawuwuh dari Kabupaten Garut dalam 54 karya budaya untuk WBTb 2023 yang ditetapkan oleh Pemprov Jawa Barat. (rin)