Home > Mancanegara

Maskapai Umbar Ambisi, Berlomba Memborong Pesawat

Maskapai khawatir mengenai ketersediaan pesawat baru dan mungkin bergegas untuk memesan lebih awal.
Pesawat Turkish Airlines. Sumber: EPA. file (Republika.co.id).
Pesawat Turkish Airlines. Sumber: EPA. file (Republika.co.id).

DIPLOMASI REPUBLIKA, PARIS – Produsen memiliki keterbatasan kemampuan membuat pesawat meski permintaan dari maskapai penerbangan meningkat tajam. Mereka pernah mengalami masa sulit berupa terkendalianya pengiriman pesawat jet sebelum pandemi. Juga saat pandemi.

Kini, produsen pesawat terbang seperti Airbus dan Boeing kebanjiran pesanan seiring kembali bergeliatnya perjalanan udara. Pesanan dari berbagai maskapai yang diperkirakan hingga 2030 bernilai miliaran dolar AS.

Air India hingga Ryanair Irlandia, juga maskapai pendatang baru dari Arab Saudi menyampaikan pesanan yang sudah pasti maupun rencana pemesanan hingga 700 pesawat jet untuk pengembangan bisnis penerbangan mereka.

Bahkan pada Kamis (11/5/2023) Turkish Airlines menyampaikan pengumuman mengejutkan. Mereka berencana memesan 600 jet pada Juni mendatang. Ini akan menjadi kesepakatan dagang besar keempat dalam beberapa bulan terakhir.

Sebelumnya, Air India mencatatkan rekor pemesanan, yakni 470 pesawat jet produksi Airbus dan Boeing. Pembelian pesawat dalam jumlah besar oleh Turkish Airlines memang disesuaikan dengan rencana strategis bisnis mereka.

Bulan lalu, mereka mengumumkan rencana startegis dalam 10 tahun mendatang. Termasuk, ambisi meraup 170 juta penumpang pada 2033. Pada tahun ini, mereka meyakini bisa mendapatkan penumpang lebih dari 85 juta orang.

‘’Mereka berkeinginan menjadi maskapai penghubung yang besar dari berbagai wilayah di Eropa ke tujuan-tujuan di Asia dan Afrika,’’ ungkap Rob Morris, kepala konsultasi global di Ascend by Cirium, sebuah perusahaan konsultasi yang berbasis di Inggris.

Rencana ambisius ini menjadi pertempuran untuk menghubungan trafik antara hub Istanbul dengan pusat-pusat maskapar rival di Eropa dan Timur Tengah. Bagaimanapun, jelas Morris, pengumuman yang disampaikan Turkish Airlines mengejutkan industri penerbangan.

Analis industri penerbangan dari AS, Richard Aboulafia mengatakan, mereka memutuskan ini saatnya dan langkah simultan ditempuh Turki dalam proyek-proyek dirgantara, termasuk pesawat tempur, helikopter serang, dan pesawat nirawak atau drone.

‘’Dan sekarang, rencana ini mendorong Turki menjadi pusat maskapai dunia pula,’’ kata Aboulafia yang menjabat direktur operasional di Aerodynamic Advisory. Pesanan Turki dipandang lain oleh analis Jefferies.

Pesanan pesawat besar-besaran oleh Turki juga menjadi topik politik, misalnya terkait keberatan Turki atas masuknya Swedia menjadi anggota NATO.

Namun, terlepas dari waktu dan cakupannya, sejumlah analis lain menyatakan pernyataan Turkish Airlines menunjukkan tekad kuat maskapai yang bertahan saat pandemi ini untuk mendapatkan pangsa besar besar tanpa menunggu pasokan global pulih.

Strategis

Istanbul, di mana Presiden Recep Tayyip Erdogan meresmikan bandara baru senilai 12 miliar dolar AS pada 2018, dianggap banyak kalangan secara geografis merupakan lokasi strategis untuk bersaing dengan hub besar lainnya di Dubai dan Doha.

Pimpinan Turkish Airlines, Ahmet Bolat menyatakan, maskapai ini akan memesan 200 jet berbadan pajang dan 400 jet dengan ukuran lebih kecil untuk memenuhi rencana besarnya. Pesawat yang dibutuhkan itu dipesan ke Airbus dan Boeing.

Aksi hampir serupa ditempuh Ryanair. Bos maskapai ini mengaku akan menyediakan dana lebih banyak dibandingkan masa sebelumnya untuk mengamankan pasokan pesawat berbadan kecil.

‘’Maskapai khawatir mengenai ketersediaan pesawat baru dan mungkin bergegas untuk memesan lebih awal,’’ jelas Morris. Di sisi lain, seorang sumber di industri penerbangan, mengingatkan, berbagai maskapai yang berlomba membeli pesawat baru melayani rute yang sama.

Hasilnya tentu, berpotensi mengurangi keuntungan dari bisnis penerbangan mereka. ‘’Ini perlombaan senjata sipil. Setiap orang membeli pesawat yang sama untuk orang yang sama. Siapa yang akan menang? Mungkin tak ada satupun,’’ kata sumber itu.

Kembali membahas Turki, yang merupakan tujuan wisata keenam terbesar di dunia sebelum Covid-19, Turkish Airlines selama ini bersaing dengan maskapai negara-negara utama Teluk, seperti Emirates, Qatar Airways, dan Etihad.

Selain Turkish Airlines, Riyadh Air ikut berlomba menjadi penghubung super dengan ikut memesan pesawat dalam jumlah besar ke Boeing pada Maret silam. Persaingan ketat antarmaskapai ini juga muncul di tengah tekanan agar mereka turut serta dalam memangkas emisi.

Sejumlah kalangan menilai, pemesanan pesawat dalam jumlah banyak saat ini, dikhawatirkan mengalihkan perhatian generasi pesawat jet dengan //single-aisle// yang diharapkan tersedia pada pertengahan atau akhir 2030-an.

Produsen mengeklaim, pesawat yang mereka jual kini lebih bersih, maka optimistis bisa mencapai target nol emisi pada 2050. Namun, pengamat kebijakan justru menduga, banyaknya pesanan pesawat membuat produsen lupa mengubah teknologi ke ramah lingkungan. (reuters/fer)

× Image