Ajak Milenial Waspada, KJRI San Francisco Gelar Webinar Soal Alzheimer
DIPLOMASI REPUBLIKA, SAN FRANCISCO -- Demensia sebagai masalah kesehatan global dan penyakit yang bakal dihadapi setiap orang. Hal ini diungkap dalam Webinar bertajuk “Dementia, What’s Next? What Does Dementia Care Mean for You and Me and the Next Generations?". Webinar itu digelar atas kerja sama Konsulat Jenderal RI (KJRI) San Francisco di Amerika Serikat dengan University of San Francisco (USF) pada 7 Oktober malam waktu AS (8 Oktober pagi di Indonesia).
“Alzheimer ditandai dengan memori progresif dan kerusakan saraf yang berpuncak pada gangguan kognitif yang tidak hanya memengaruhi kemampuan berpikir, perilaku, dan kemampuan sosial seseorang untuk berfungsi secara mandiri, tetapi juga menjadi tantangan tersendiri bagi keluarganya bahkan masyarakat sekitar,” kata Konjen RI San Francisco Prasetyo Hadi, saat membuka acara.
Webinar tersebut untuk mengajak warga Indonesia khususnya generasi milenial dan Z yang berada di wilayah kerja KJRI San FRancisco untuk mewaspadai demensia serta mendorong penguatan kerja sama dalam penanganan Alzheimer dan demensia di antara para pihak terkait di Indonesia dan AS khususnya wilayah San Francisco untuk meningkatkan kesadaran pencegahan dan penanganan demensia sebelum masa tua.
“Penanganan yang tepat serta dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan yang memadai, juga memiliki peran penting dalam mengurangi risiko lebih buruk lagi bagi para penderita Alzheimer,” tambah Prasetyo, dalam keterangan yang diterima Diplomasi Republika, Selasa (11/10/2022).
Sedangkan Presiden/Rektor USF, Profesor Paul J. Fitzgerald menyatakan mendukung kegiatan ini karena selain membahas pencegahan dan penanganan Alzheimer juga menjadi sarana memperkuat kerja sama di bidang tersebut. “USF memiliki beberapa pakar bidang neurologi dan ilmuwan yang dapat menangani bahkan melakukan deteksi dini berbagai penyakit yang berhubungan dengan otak manusia dan penanganan berbagai penyakit demensia serta siap dalam melakukan kerja sama penanganan masalah demensia,” kata Fitzgerald.
Webinar ini menghadirkan dua narasumber yakni Direktur Eksekutif Alzheimer Indonesia (ALZI) Michael Dirk Roelof Maitimoe dan Direktur Artificial Intelligence Medicine Initiative USF William J. Bosl, PhD. Sedangkan peserta antara lain tenaga profesional kesehatan, apoteker, farmasi, dan mahasiswa. Hadir pula aktivis yang bergerak di bidang advokasi Alzheimer dan demensia, baik di Indonesia maupun AS, terutama para relawan penanganan Alzheimer di San Francisco Bay Area yang tergabung dalam Alzheimer Indonesia (ALZI) Chapter San Francisco.
Pentingnya deteksi dini
Narasumber pertama, Michael Maitimoe, menjelaskan demensia sebagai masalah kesehatan global dan penyakit yang bakal dihadapi setiap orang. Mengutip Global WHO Report 2021, Michael mengingatkan bahwa pada 2019 terdapat sekitar 55 juta penduduk dunia yang mengalami masalah demensi.
“Namun, angka penderita demensia diperkirakan akan meningkat secara eksponensial yaitu sekitar 78 juta orang pada tahun 2030 dan 139 juta orang pada tahun 2050. Dari perkiraan statistik global tersebut, di Indonesia diperkirakan akan ada sekitar 2 juta orang penderita demensia pada tahun 2030 dan 4 juta orang pada tahun 2050.”, ujar Michael.
Michael menyajikan berbagai informasi data mengenai faktor yang berkontribusi pada munculnya penyakit Alzheimer. Berdasarkan pengalamannya di ALZI, Michael menggutarakan bahwa penyebab demensia berasal dari perubahan kondisi otak dan ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut.
“Mulai dari faktor usia yang biasanya kurang gerak/kurang olah raga, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, narkoba, dan merokok, situasi depresi dan stres, rendahnya aktivitas kognitif, hingga polusi udara dan faktor keturunan, merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena demensia,” jelasnya.
Organisasi Alzheimer Disease International (ADI) – organisasi nirlaba yang dibentuk 1984 dan menaungi setidaknya 100 anggota organisasi Alzheimer di berbagai negara. ALZI memberikan fokus penanganan Alzheimer pada dua strategi kunci, yaitu penanganan penderita Alzheimer serta peningkatkan kampanye kepedulian penderita Alzheimer dan kampanye kesadaran kebiasaan hidup sehat sejak usia muda, kepada masyarakat luas.
Sementara itu, William J. Bosl, P.hD, menjelaskan bahwa pada mayoritas lansia, Alzheimer merupakan penyebab paling umum dari demensia. Alzheimer juga dikategorikan sebagai penyebab utama kematian di banyak negara termasuk AS.
“Menurut data WHO per September 2022, Alzheimer adalah bentuk paling umum dari demensia yang menyumbang sekitar 60-70 persen kasus demensia dan dikategorikan sebagai penyebab kematian ketujuh terbanyak secara global,” kata Bosl.
Data tersebut menunjukkan Indonesia pada posisi ke-160 dunia untuk data kematian akibat Alzheimer yaitu 27.054 orang atau 1,6% dari total kematian. Sementara AS menduduki urutan ke-8 di dunia yaitu 287.198 orang atau 11,46% dari total kematian yang ada.
“Saat ini di AS terdapat sektar 6,5 juta penderita Alzheimer,” ujar Bosl..
Bosl menegaskan, tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung klaim bahwa obat-obatan akan mampu mencegah atau menyembuhkan penyakit Alzheimer dan demensia. “Bagaimanapun juga obat tidak bekerja untuk semua orang dan sehingga tidak dapat selalu cocok untuk setiap orang yang menderita penyakit itu.” ujar dosen lulusan Harvard tersebut.
Selain pentingnya pola kebiasaan hidup sehat, berpikir dan bertindak positif, dan berolah raga, cek rutin kesehatan otak juga merupakan langkah yang tepat. “Saat ini telah ada teknologi untuk deteksi dini sehingga kita dapat mengetahui kesehatan otak kita,” katanya.
Menurut Bosl, kesehatan otak harus selalu dijaga karena semua aktivitas organ tubuh lain sangat bergantung pada sentral kontrol dan kesehatan otak seseorang. Salah satu upaya yang dapat mendeteksi ada tidaknya masalah pada organ otak adalah melalui pemeriksaan electroencephalogram atau dikenal sebagai EEG.
Para peserta Webinar ini secara umum menyampaikan apresiasi atas Webinar ini karena dapat memfasilitasi pembahasan masalah Alzheimer yang melibatkan pakar dan peserta dari dua negara. Kerja sama di bidang penanganan Alzheimer dan demensia dinilai penting untuk berbagi pengalaman, informasi dan data, serta mencari potensi kerja sama terutama di bidang ilmu klinis, saraf, deteksi dini serta upaya untuk intervensi lebih awal guna mencegah munculnya risiko Alzheimer serta mengurangi risiko memburuknya masalah dimensia pada seseorang.
Webinar yang merupakan kick off dari rangkaian kegiatan memperingati Sumpah Pemuda juga ditujukan untuk generasi muda, khususnya para milenial dan generasi Z. Tujuannya untuk meluruskan kekeliruan yang menganggap "maklum" untuk masalah pikun atau demensia.
“Dari presentasi para narasumber dan peserta Webinar tadi, diketahui bahwa demensia khususnya Alzheimer tidak saja merupakan masalah yang kerap dihadapi orang tua atau lansia, tetapi juga bisa menjangkit mereka yang masih muda,” kata Konsul Pensosbud, Mahmudin Nur Al-Gozaly.
Ia berharap agar Webinar semacam ini dapat memberikan edukasi, informasi dan pemahaman yang lebih utuh soal penyakit tersebut. Kampanye gaya hidup sehat dan aktif berolah raga menjadi bagian dari upaya untuk mengurangi risiko terkena Alzheimer dan demensia secara keseluruhan. (yen)